Dunia (Tidak) Mungkin Seburuk Ini

Mengontrol Insting Negatif Melalui Perspektif Hans Rosling

Frajna Puspita
3 min readSep 9, 2021
Personal Photo Collection | Nikon FM2 with Ilford 400 Film

Glorifikasi pelaku pelecehan seksual, komedian memakai narkoba, kontroversi lembaga pemerintah, tertindasnya penduduk asli, krisis iklim, dan satwa endemik terancam punah; keenam topik pemberitaan ini seringkali ditemukan berseliweran di berbagai media akhir-akhir ini. Saya bahkan bisa membaca lima dari keenam kasus tersebut secara berurutan saat sedang rehat bekerja siang tadi.

Dari pemberitaan-pemberitaan tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa dunia (mungkin saja) semakin memburuk. Pikiran saya mulai berkecamuk dan berpikir bahwa dunia memang akan berakhir sebentar lagi — meskipun saya tahu hal tersebut belum tentu benar. Namun, di dalam jurang kenegatifan, saya menyadari adanya sebuah fenomena dibalik peristiwa; bahwa ketika sebuah peristiwa besar muncul di permukaan, reportase krisis pasti akan menjadi-jadi.

Berbagai pemberitaan — entah itu relevan maupun tidak, berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian calon pembaca; judul-judul yang mengundang perhatian, mengadakan polling di media sosial, tanya-jawab dengan para ahli, ditambah lagi dengan penyiaran secara terus-menerus membuat opini menjurus ke berbagai arah seperti kumpulan lebah bising yang sedang mabuk.

Hal ini juga semakin diperparah dengan adanya komunikasi dua-arah antara media dan pembaca. Semua orang bebas menilai dari apapun yang dilihatnya. Di antara peleburan fakta dan opini dari keduanya, pandangan akan dunia menjadi terdistorsi dan tentu saja semakin negatif. Solusi dari hal ini adalah dengan melihat berdasarkan fakta. Namun, tentunya tidak akan semudah itu.

Hans Rosling dalam bukunya “Factfulness”, mengatakan bahwa:

“Dalam mengembangkan perspektif tentang dunia berdasarkan fakta, tantangan terbesarnya adalah menyadari bahwa hal-hal yang kamu percayai sebenarnya telah disaring terlebih dahulu oleh media massa — yang sangat suka menyiarkan hal-hal yang tidak representatif dan sangat menghindari normalitas.”

Para jurnalis seringkali menggunakan teknik selective reporting, yaitu ketika fakta-fakta yang mereka temukan sengaja tidak dilaporkan secara lengkap dan akurat, hal ini dilakukan semata-mata untuk menarik perhatian pembaca. Hal tersebut mampu mengakibatkan bias di antara orang-orang dan memicu opini negatif. “Kita adalah sasaran empuk berita-berita negatif dari seluruh dunia: perang, kelaparan, bencana alam, kesalahan politik, korupsi, pemotongan anggaran, penyakit, dan terorisme,” papar Rosling. Lantas, mengapa kita sangat tertarik pada hal-hal negatif?

Ini karena otak kita sudah ‘diprogram’ untuk menjadi negatif. Perspektif evolusioner menunjukkan bahwa kecenderungan manusia untuk lebih memikirkan hal negatif daripada positif merupakan salah satu cara otak untuk membuat kita merasa aman, dan ini masih berlanjut hingga sekarang.

Namun, pemberitaan tersebut benar, bukan? Hal-hal yang diberitakan benar-benar terjadi. Ya, benar sekali. Dunia memang buruk, tapi bukan berarti ia sepenuhnya buruk. Dunia masih berkembang dan akan terus begitu hingga nanti. BBC memaparkan banyak alasan mengapa dunia sebenarnya lebih baik dari beberapa dekade sebelumnya, salah satunya adalah tingkat kematian anak-anak yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

Perlu diingat bahwa hal ini bukan berarti kita harus menyeimbangkan berita buruk dengan berita baik — karena itu sama saja mengarah ke bias lain dan akan sangat munafik. Namun, saat ini mempertahankan sikap netral merupakan hal yang paling penting. Dunia tidak menjadi lebih buruk saja atau sebaliknya, tetapi dunia adalah keduanya.

Lebih jelasnya, Rosling menjelaskan hal ini ibarat ‘seorang bayi prematur dalam inkubator’. Status kesehatan bayi tersebut dalam keadaan sangat buruk. Pernapasan, denyut jantung, dan hal-hal penting lainnya terus-menerus diperiksa agar perkembangan kondisinya — entah baik atau buruk, cepat diketahui. Setelah satu minggu, keadaan bayi tersebut lebih baik, namun ia harus tetap berada dalam inkubator karena kesehatannya masih kritis. ‘Bayi’ itu baik dan buruk di saat yang bersamaan.

Dunia ini memang cukup kompleks untuk dimengerti. Kenyataan bisa saja kontradiktif dan berjalan beriringan. Pada situasi tertentu, keberpihakan justru memicu miskonsepsi dan solusi yang paling tepat adalah melihat dunia seperti apa adanya.

--

--